Mata uang Asia memang merosot ke titik terendah dalam dua bulan, terbebani oleh dolar yang tangguh dan ketidakpastian atas pembicaraan tarif AS dengan beberapa negara.
Peso Filipina memimpin penurunan, karena harga minyak yang tinggi memicu kekhawatiran atas tagihan impor minyak mentah negara tersebut. Rupee India berada di dekat rekor terendah.
Mata uang regional diperkirakan akan mencatat kerugian bulanan terbesar tahun ini karena dolar AS melonjak setelah Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan.
Ekspektasi penurunan suku bunga pada bulan September juga mereda menyusul data ekonomi AS yang kuat. Sementara itu, sentimen pasar tetap berhati-hati karena beberapa negara belum menyelesaikan perjanjian perdagangan dengan AS sebelum batas waktu 1 Agustus.
"Pasar valuta asing Asia terus dipengaruhi oleh penguatan dolar AS yang persisten," ujar Shier Lee Lim , kepala strategi valuta asing di Convera, Singapura.
"Batas waktu tarif yang akan datang dan negosiasi yang sedang berlangsung antara Malaysia dan Thailand tetap menjadi titik fokus utama bagi sentimen pasar, karena investor mencari tanda-tanda kemajuan atau eskalasi lebih lanjut."
Bank-bank sentral di seluruh kawasan telah meningkatkan upaya intervensi untuk menstabilkan mata uang mereka. Otoritas Moneter Hong Kong turun tangan dengan membeli HK$ 3,925 miliar untuk mempertahankan patokan mata uang.
Sementara bank sentral Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing. Bank Rakyat Tiongkok menetapkan nilai tukar yang lebih kuat dari perkiraan untuk mendukung yuan.