
Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dianggap telah membawa perubahan fundamental dalam cara negara menegakkan otoritasnya. Akademisi Universitas Udayana, Efatha Filomeno Borromeu Duarte menyebut Prabowo tengah membangun grammar baru kekuasaan, sebuah tata bahasa baru dalam relasi antara negara dan para pemodal besar.
“Selama ini publik sibuk menghitung berapa triliun aset koruptor yang disita, padahal angka-angka itu hanya gejala, bukan akar persoalan,” ujar Efatha, Senin (13/10).
Menurutnya, keberhasilan terbesar pemerintahan Prabowo bukan terletak pada jumlah aset yang berhasil disita, melainkan pada efek kejut yang membuat para oligarki dan mafia sumber daya alam kini berpikir ulang sebelum bertindak.
“Dulu, menambang ilegal atau membabat hutan bukan dianggap kejahatan, melainkan model bisnis. Sekarang logika itu dibalik total. Negara memberi pesan jelas, era negosiasi sudah selesai,” tegasnya.
Efatha menilai perubahan ini dimungkinkan karena adanya sinergi antarlembaga negara yang berjalan efektif, sesuatu yang jarang terjadi sebelumnya. Menurutnya, efektivitas model pemerintahan ini muncul karena komando terpusat di tangan Presiden, sehingga ego sektoral dapat ditekan dan arah kebijakan menjadi tunggal serta presisi. Namun ia mengingatkan agar keberhasilan ini tidak hanya bertumpu pada figur.
“Tantangan ke depan adalah mengubah model berbasis figur menjadi sistem permanen. Perlu dibuat SOP lintas lembaga yang terukur, diperkuat dengan mekanisme checks and balances, serta didukung oleh peningkatan kapasitas institusional,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menilai bahwa Prabowo memahami bahwa melawan mafia ekonomi tidak bisa semata dengan pendekatan hukum pidana.
“Para predator ekonomi itu bukan kriminal biasa. Mereka adalah criminal enterprise, organisasi kejahatan yang beroperasi dengan dua bahan bakar: modal dan waktu,” jelasnya.
Efatha melihat adanya pergeseran paradigma besar dalam tata kelola kekuasaan selama satu tahun pemerintahan Prabowo. “Dari hukum yang reaktif menjadi strategi ofensif. Dari menghukum individu menjadi memenangkan sistem. Dari penegakan sektoral menjadi orkestrasi nasional,” jelasnya.
Bila model ini berhasil dilembagakan, ia optimistis Indonesia akan memiliki sistem kekuasaan yang tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga mampu memenangkan perang strategis melawan para predator ekonomi yang merusak fondasi ekonomi dan politik bangsa. (E-3)