
PEMERINTAH melalui Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM), mengumpulkan belasan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan akademisi untuk bersama-sama merancang Peraturan Presiden (Perpres) baru yang akan menjadi payung hukum perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Langkah ini menandai pergeseran fundamental dalam penyusunan kebijakan, di mana pemerintah secara aktif melibatkan masyarakat sipil sejak awal proses demi memastikan perlindungan yang menyeluruh dan relevan dengan realitas lapangan.
Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Perlindungan Pekerja Migran, Leon Alpha Edison, mengatakan bahwa keterlibatan OMS adalah kunci agar aturan baru tidak menjadi sekedar formalitas.
"Pemerintah berkomitmen penuh untuk melindungi dan memberdayakan pekerja migran kita, para Pekerja Migran Indonesia. Aturan lama sudah berakhir, dan sekarang adalah momentum untuk membuat aturan baru yang jauh lebih baik dan lebih manusiawi dengan melibatkan semua unsur di luar pemerintah," ujar Leon dikutip dari siaran pers yang diterima, Kamis (4/9).
Leon menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan sengaja mengundang partisipasi bermakna dari masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan yang otentik dari lapangan.
"Sesuai arahan Presiden, tugas ini sekarang dikoordinasikan oleh Kemenko Pemberdayaan Masyarakat. Kami ingin memastikan perlindungan bagi PMI itu total, dari hulu sampai hilir: sejak dari kampung halaman, saat bekerja di luar negeri, sampai mereka kembali ke tanah air," cetusnya.
Sebagai informasi, pada 2024 tercatat sekitar 3,9 juta PMI yang bekerja di luar negeri, dengan kontribusi remitansi mencapai US$15,7 miliar atau setara Rp248,8 triliun yang menjadi penopang penting perekonomian nasional.
Namun, di balik kontribusi besar tersebut, para PMI masih menghadapi tantangan serius, mulai dari praktik agensi perekrutan nakal, biaya penempatan yang mencekik, hingga akses jaminan sosial yang belum optimal di negara penempatan. Kondisi inilah yang mendorong pemerintah untuk menghadirkan aturan baru yang lebih tegas, adil, dan berpihak agar perlindungan bagi PMI dapat dirasakan secara nyata.
"Kita semua sering dengar masalah di lapangan. Ada biaya penempatan yang mahal, calo atau agensi nakal, hingga perlindungan jaminan sosial seperti BPJS yang sulit diakses di negara penempatan. Ini yang mau kita bereskan," tegasnya.
FOKUS UTAMA
Adapun fokus utama dalam Perpres baru ini mencakup beberapa terobosan, antara lain penyusunan standar baru bagi agensi perekrutan (P3MI) disertai sanksi tegas, skema pembiayaan yang lebih ringan bagi Calon PMI (CPMI), serta integrasi pelatihan keterampilan dan bahasa yang sesuai standar pasar internasional. Selain itu, pemerintah juga akan mendorong program kewirausahaan dan akses pekerjaan bagi purna PMI agar mereka dapat berdaya di negeri sendiri.
"Masukan dari rekan-rekan OMS sangat penting. Mereka adalah mata dan telinga kita di lapangan. Aturan baru ini harus lahir dari suara mereka, bukan hanya dari balik meja kementerian. Intinya, kami ingin setiap warga negara yang bekerja di luar negeri merasa aman, dihargai, dan negara benar-benar hadir untuk mereka," tutur Leon.
Proses konsultasi publik ini, lanjut Leon, akan terus berlanjut untuk menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi dan asosiasi, sebelum Perpres pengganti ini dirampungkan.
”Komitmen saya sangat jelas bahwa pemerintah tidak boleh bekerja secara business as usual pada proses pembentukan regulasi yang berdampak bagi penghidupan publik. Ini adalah bagian integral dari semangat pembenahan tata kelola pemerintahan yang kemarin disuarakan secara tegas di momentum aksi akhir Agustus. Saya percaya bahwa regulasi berkualitas akan keluar dari proses yang partisipatif dan bermakna, Kedepannya akan ada proses dengan pihak swasta dan asosiasi, dan perumusan dengan lintas Kementerian/ Lembaga yang termuat dalam substansi Perpres ini,” pungkas Leon. (E-2)