
Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto, menilai upaya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas mafia sumber daya alam (SDA) merupakan capaian strategis yang menandai perubahan besar arah kebijakan ekonomi nasional di tahun pertama masa kepemimpinannya.
“Kebijakan penertiban lahan sawit ilegal, tambang di kawasan hutan, serta pemberantasan praktik impor migas menjadi sinyal perubahan arah geopolitik ekonomi Indonesia yang sangat signifikan,” ujar Rasminto.
Menurutnya, penerbitan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menjadi tonggak penting dalam menata ulang tata kelola SDA yang selama ini didominasi oleh kepentingan kelompok oligarki. Melalui Satuan Tugas (Satgas) PKH yang dibentuk berdasarkan peraturan tersebut, pemerintah berhasil menunjukkan sinergi lintas sektor yang kuat.
“Satgas PKH, yang melibatkan unsur TNI, Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, BPKP, ATR/BPN, dan berbagai kementerian terkait, telah berhasil mengembalikan lebih dari 3,3 juta hektare lahan sawit ilegal di kawasan hutan. Ini bukti nyata hadirnya negara,” tegasnya.
Rasminto menilai keberhasilan itu tidak terlepas dari soliditas antar-aparat penegak hukum dan lembaga negara, di mana tindakan di lapangan menunjukkan ketegasan pemerintah tanpa kompromi terhadap pelanggaran.
“Sinergi ini bisa menjadi model baru tata kelola sumber daya nasional berbasis kepemimpinan yang tegas dan integratif,” katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa strategi Presiden Prabowo dalam mengelola SDA sejalan dengan konsep Geopolitik Nusantara, pandangan yang menempatkan penguasaan ruang dan sumber daya sebagai elemen penting dalam menjaga pertahanan sekaligus kesejahteraan nasional.
“Pemerintahan Presiden Prabowo memahami bahwa keadilan sosial tak akan terwujud tanpa kedaulatan ekonomi. Negara harus menguasai kembali tanah, energi, dan ruang hidup rakyat sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945,” ujar Rasminto.
Selain sektor kehutanan, HSI juga menyoroti pembenahan tata kelola impor minyak dan gas (migas) yang selama ini menjadi salah satu sumber kebocoran ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian ESDM, impor minyak mentah Indonesia mencapai sekitar 1 juta barel per hari dengan nilai ekonomi mendekati Rp500 triliun per tahun.
“Di situlah pentingnya langkah Presiden Prabowo, karena mafia migas telah menjerat ekonomi kita selama puluhan tahun,” tegasnya.
Ia mengapresiasi keberhasilan pemerintah dalam membongkar praktik penyimpangan impor minyak mentah yang berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp285 triliun.
“Ini bukan sekadar kebijakan ekonomi, tetapi kerja geopolitik nyata untuk merebut kembali kedaulatan energi dari tangan kartel,” ujar Rasminto.
Menurutnya, capaian tersebut tidak hanya tentang penindakan hukum, melainkan juga menunjukkan arah baru pembangunan ekonomi nasional yang lebih mandiri dan berkeadilan.
“Ketegasan Presiden Prabowo dalam menata ulang pengelolaan sumber daya alam menandai pergeseran dari ekonomi rente menuju ekonomi berdikari. Inilah fondasi penting bagi terwujudnya keadilan sosial bangsa,” pungkasnya. (E-3)