
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dr Sukadiono mengatakan, pemerintah sedang mempercepat penanganan penyakit menular ini lewat program nasional penuntasan TBC yang dikawal langsung sebagai salah satu quick win Presiden.
Menurutnya, fokus pemerintah adalah memperkuat layanan kesehatan dasar dan memastikan masyarakat mendapatkan akses pengobatan yang cepat dan tuntas.
“Penuntasan TBC menjadi prioritas utama, disusul pemeriksaan kesehatan gratis dan peningkatan kualitas rumah sakit daerah. Di NTT, dua RSUD yang tengah direvitalisasi adalah RSUD Reda Bolo di Sumba Barat Daya dan RSUD Borong di Manggarai Timur,” katanya kepada wartawan di Kupang, Jumat (17/10) malam.
Hingga kini, sekitar 39 juta penduduk telah mengikuti program Cek Kesehatan Gratis (CKG) dari target 50 juta pada 2025.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK, dr. Nancy Dian Anggraeni, mengungkapkan Indonesia menempati posisi kedua dunia dengan kasus TBC terbanyak setelah India.
“Setiap tahun ada 1,09 juta kasus baru dan 125 ribu kematian. Situasi ini darurat. Presiden menargetkan penurunan kasus TBC hingga 50 persen dalam lima tahun ke depan,” tegasnya.
Nancy menyebutkan , penghapusan stigma terhadap penderita menjadi kunci. Pasien yang rutin berobat selama dua minggu hingga satu bulan sudah tidak menularkan penyakit. “TBC bisa disembuhkan. Kuncinya, temukan lebih awal dan obati sampai tuntas,” katanya.
Adapun NTT menjadi salah satu dari delapan provinsi prioritas nasional dalam penanganan TBC karena mencatat kasus tertinggi di kawasan Indonesia Timur. Untuk itu, Kemenko PMK mengajak media berperan aktif menyosialisasikan pencegahan dan deteksi dini TBC.
“Penurunan berat badan, keringat malam, atau rasa lemah bisa jadi tanda TBC. Pemeriksaan dan pengobatan di puskesmas gratis, jadi masyarakat jangan ragu datang berobat,” ujarnya.
Selain TBC, Nancy juga menyoroti ancaman rabies di NTT. Pemerintah provinsi menerapkan lockdown hewan pembawa rabies sejak 1 September hingga 1 November 2025 untuk menekan penularan. Kemenko PMK turut mengaktifkan Sistem Informasi Zoonosis dan Emerging Infectious Diseases (SIZE) guna memperkuat koordinasi lintas sektor antara dinas kesehatan dan peternakan.
Dengan kolaborasi pemerintah, tenaga kesehatan, dan media, pemerintah berharap NTT dapat menjadi wilayah bebas TBC dan rabies di masa depan.
Stunting NTT Tertinggi Kedua
Asisten Deputi Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan Kemenko PMK, Jesli Marampa, menegaskan bahwa pemerintah kini fokus mencegah lahirnya anak-anak stunting melalui intervensi sejak masa pra-nikah hingga usia lima tahun.
“Pencegahan dilakukan lewat pemeriksaan rutin ibu hamil, pemberian makanan bergizi, dan ASI eksklusif. Seribu hari pertama kehidupan sangat menentukan,” ujarnya.
Jesli mengatakan angka stunting nasional telah turun menjadi 19,8% pada 2024, dengan target 14,2% pada 2029. Namun, NTT masih mencatat angka 37%, tertinggi kedua di Indonesia.
Menurutnya, peran Posyandu sangat penting untuk memantau tumbuh kembang balita serta dukungan media dalam menyebarkan edukasi gizi. “Dengan kerja sama semua pihak, kami optimis angka stunting di NTT bisa turun di bawah 30 persen tahun depan,” pungkasnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Peningkatan Sumber Daya Kesehatan Kemenko PMK R. Alfredo Sani Fenat menyebutkan, rumah sakit yang naik kelas akan dilengkapi dengan peralatan modern seperti CT Scan dan Cath Lab untuk pemeriksaan jantung.
Namun, tantangan utama adalah kesiapan daerah dalam mengelola fasilitas tersebut. “Masih banyak daerah yang belum memiliki dokter spesialis tetap, bahkan ada yang meminjam tenaga dari rumah sakit swasta,” kata Alfredo.
Karena itu, iamenekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan media dalam memperkuat sistem kesehatan. “Tanpa media, pemerintah tidak bisa bekerja lebih baik. Karena itu, kolaborasi ini penting agar masyarakat mendapat hak pelayanan kesehatan yang layak dan merata,” pungkasnya. (H-1)