
KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia (Polri) melalui Satgas Pangan mengintensifkan pengawasan terhadap puluhan ribu pasar di seluruh Indonesia, sebagai respons terhadap maraknya praktik pengoplosan beras.
“Dari sisi hulu, Satgas Pangan terus bergerak melakukan tindakan preventif. Kami mengawasi dan mengawal sekitar 63.688 pasar, terdiri dari lebih dari 9.000 pasar tradisional serta 53.000-an gerai ritel modern,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam keterangan pers di Mabes Polri, Jumat, 1 Agustus 2025.
Trunoyudo menegaskan bahwa upaya penegakan hukum tidak akan mengganggu stabilitas distribusi beras di masyarakat.
“Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan bahwa pasokan beras tetap aman dan masyarakat memperoleh kebutuhan pangan secara normal,” tambahnya.
PT Food Station Diselidiki, Tiga Pejabat Jadi Tersangka
Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti kuat dalam kasus dugaan pengoplosan beras oleh PT Food Station Tjipinang Jaya. Dalam proses penyidikan, ditemukan dokumen resmi berupa instruksi kerja internal perusahaan, yang mengatur standar produksi beras kualitas premium dan medium.
Instruksi tersebut mengacu pada parameter mutu yang ditentukan oleh Kepala Seksi Quality Control dan Direktur Operasional, namun tidak mempertimbangkan degradasi mutu selama proses distribusi hingga ke tangan konsumen.
Lebih lanjut, hasil rapat perusahaan pada 17 Juli 2025 mencatat adanya perintah untuk meningkatkan mutu beras dengan menurunkan kadar beras patah (broken) dari 14 hingga 15% menjadi 12%. Atas dasar ini, penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menaikkan status tiga orang menjadi tersangka.
“Ketiga tersangka adalah KG (Direktur Utama), RL (Direktur Operasional), dan RP (Kepala Seksi Quality Control),” kata Helfi.
Penyitaan Mesin dan Analisis Keuangan
Satgas Pangan menjadwalkan pemeriksaan terhadap para tersangka pekan depan. Selain itu, penyidik akan menyita mesin produksi milik PT Food Station dan memeriksa ahli korporasi guna menentukan tanggung jawab pidana korporasi. Tak hanya individu, korporasi pun berpotensi dijerat sebagai tersangka.
Sebagai langkah lanjutan, Polri melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana perusahaan.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar. (Z-10)