
MENTERI Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pemberian pengampunan tidak mesti menunggu perkara inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Hal ini merespons perkara Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang belum inkrah tetapi sudah diberikan amnesti.
"Intinya adalah, baik amnesti maupun abolisi, yang menghentikan proses penuntutan dan termasuk memberi pengampunan, tidak sama sekali ada aturannya bahwa putusannya itu harus inkrah, enggak ada," kata Supratman melalui konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/8).
Dia menekankan bahwa pengampunan untuk pihak yang terjerat kasus hukum merupakan hak prerogatif Presiden. Kepala Negara bisa mengambil langkah itu kapanpun.
"Bahwa yang namanya grasi, kemudian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi Itu adalah hak prerogatif atau hak istimewa dari seorang presiden, siapa pun presidennya," ujar Supratman.
Pemberian amnesti dan abolisi disebut bagian dari rekonsiliasi. Presiden Prabowo Subianto ingin merangkul anak negeri untuk membangun bangsa bersama-sama.
"Jadi, ini adalah, sekali lagi, pertimbangannya, tadi rekonsiliasi, persatuan, Presiden ingin semua komponen bangsa berpartisipasi dan bersama-sama. Karena presiden merasa semua anak negeri ayo kita bersama-sama untuk membangun, apalagi dengan seluruh elemen kekuatan politik," ucap Supratman.
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mendapatkan pengampunan hukuman. Tom Lembong mendapatkan pengampunan berupa abolisi, sedangkan Hasto diganjar amnesti.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang menyampaikan bahwa pihaknya menerima Surat Presiden Nomor R43/Pres/072025, tertanggal 30 Juli 2025 atas pertimbangan dan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong.
Kedua, Surat Presiden Nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025, tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto. (Fah/P-2)