
ASOSIASI Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) meminta pemerintah untuk lebih meningkatkan peran swasta dalam penyelenggaran ibadah haji.
Ketua Umum Amphuri, Firman M Nur mengatakan bahwa permintaan ini sejalan dengan pemerintah Arab Saudi yang saat ini memberikan porsi besar terhadap pihak swasta dalam melayani jemaah haji.
"Banyak negara yang sukses memberikan porsi besar terhadap pihak swasta dalam penyelenggaraan haji, seperti Malaysia, Turki, dan Pakistan," kata Firman di Jakarta, Jumat (1/8).
Ia mengatakan, dari 80 ribu kuota haji yang dimiliki Turki, sebanyak 60% dialokasikan ke pihak swasta. Kemudian Pakistan, dari 179 ribu kuota haji setiap tahunnya, sebanyak 50% dikelola oleh swasta.
Selanjutnya di Malaysia swasta juga diberikan porsi 20%. Sedangkan di Indonesia, dari 210 ribu kuota haji, hanya 8% yang dipercayakan kepada pihak swasta dengan istilah Haji Khusus.
"Mereka memberikan proporsi penyelenggaraan ibadah haji ke pihak swasta yang sangat kuat. Kami harapkan itu sejalan juga di Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah yang sedang dibahas di DPR RI saat ini, Pasal 8 ayat (4) disebutkan bahwa kuota haji khusus paling tinggi 8%.
Menurutnya, hal ini merupakan kemunduran dibandingkan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah pasal 64 ayat (2) bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8%.
Firman mengatakan amandemen UU Haji dan Umrah harus dapat memenuhi harapan masyarakat agar tata kelola haji kedepan jauh lebih baik. Selain itu, UU Haji dan Umrah hasil amandemen nanti juga harus sejalan dengan kondisi di Arab Saudi.
"Karena haji sangat related dengan Arab Saudi. Kita harus melihat bahwa Arab Saudi dengan Visi 2030 memiliki tata kelola yang jauh lebih baik dan modern dengan digital. Selain itu, Indonesia juga harus dapat mempertimbangkan pelibatan swasta yang teregulasi untuk meningkatkan kualitas layanan," tuturnya. (H-3)