Tentara Israel di dekat kendaraan pengangkut personel lapis baja mereka kembali dari Jalur Gaza menuju Israel, Selasa, 29 Juli 2025.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA— Satu hal yang mungkin luput atau bahkan sengaja diabaikan setelah persetujuan Kepala Staf Israel Eyal Zamir rencana pendudukan Kota Gaza adalah tantangan kompleks yang berpotensi muncul selama operasi tersebut.
Oleh Zamir, operasi ini dia sebut dengan jebakan strategis karena akan menguras tenaga tentara selama bertahun-tahun dan membahayakan nyawa para tahanan. Pernyataan itu dia lontarkan dalam pertemuan kabinet keamanan terbatas beberapa waktu lalu.
Prediksi Zamir ini tidak berdiri sendiri. Tentara Israel memperkirakan pendudukan Kota Gaza akan memakan waktu empat bulan. Tak hanya itu, kekhawatiran di kalangan keamanan meningkat tentang tingkat kerugian yang akan diderita tentaranya, setelah hampir 900 tentara tewas sejak 7 Oktober 2023.
Termasuk 454 yang tewas selama operasi darat di dalam Jalur Gaza, menurut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Netanyahu, yang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas kejahatan perang di Gaza, berbicara tentang rencana yang menentukan.
Ini menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan tentaranya dalam menanggung risiko yang harus mereka tanggung, setelah gagal mencapai tujuan operasi militer selama 23 bulan perang.
Gesekan tanpa resolusi
Manuver-manuver darat tentara Israel di dalam Jalur Gaza menunjukkan bahwa mereka menderita kerugian tak terduga.
BACA JUGA: Pengakuan Biarawati AS yang Mukim Lama di Palestina tentang Hamas dan Israel Hebohkan Dunia
Terutama karena mereka berulang kali mengumumkan di akhir setiap operasi militer bahwa mereka telah berhasil melenyapkan kemampuan perlawanan.
Pada awal tahun ini, tentara Israel mengumumkan kematian 56 tentara selama Operasi Rencana Jenderal, yang bertujuan menggusur penduduk Gubernuran Gaza utara, meskipun itu adalah operasi darat ketiga tentara di daerah tersebut sejak awal perang.